Kamis, 08 Januari 2015

TULISAN 4 - Contoh Cerpen Berkaitan dengan Hubungan Manusia & Tanggung Jawab serta Cerpen berkaitan dengan Hubungan Manusia & Pandangan Hidup

Cerpen tentang manusia dan tanggung jawab

Tanggung Jawab Ade
oleh Gusti Noor
 
     Sebenarnya Ade tahu dan mengerti, setiap hari Kak Nina selalu membantu Ibu menyiapkan makanan untuk dijual. Mengantarkan ke warung-warung dengan  mengendarai sepeda sebelum pergi ke sekolah. Ade juga tahu, Kak Nina sering terlambat tiba di sekolah karenanya. Tetapi anehnya Kak Nina tidak pernah tertinggal pelajarannya. Kak Nina di rumah selalu mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah. Dan rasa-rasanya, Kak Nina adalah orang yang paling baik di rumah ini. Dan Ade tidak pernah merasa iri bila Kak Nina dibelikan sesuatu sedang dia sendiri tidak.
       Tetapi sekarang ini, pagi hari ini, Ade bersungut-sungut. Kak Nina sakit, berarti tidak berangkat ke sekolah dan tidak ada yang mengantar dagangan ke warung-warung. Ibu sudah lama tidak bisa pergi ke mana-mana karena mudah sakit kepala. Satu-satunya
yang bisa diharapkan adalah Ade.
       "Apa Ade tidak ingin membantu ibu? Sekali ini saja, selagi Kakakmu sakit, De...," Ibu berkata dengan penuh harap.
    "Ade hari ini ada ulangan, Bu. Harus berangkat lebih awal... Semalam tidak sempat banyak belajar...," jawab Ade sambil menyiapkan buku-bukunya. Wajahnya tampak cemberut. Ibu menarik nafas panjang mendengar alasan yang diberikan Ade. Kalau sudah demikian, mau apa lagi?
       "Biarlah saya sendiri saja, Bu. Rasanya kepala saya sudah tidak pening lagi," seru Kak Nina dari dalam kamar. Mendengar suara Kak Nina, Ibu lalu meninggalkan Ade yang masih berwajah cemberut.
       "Betul kau sudah sehat, Nina? Ibu khawatir nanti malam tambah sakitmu," kata Ibu. Kak Nina bangkit perlahan dari tempat tidurnya lalu pergi ke kamar mandi. Ibu hanya mengawasi dari belakang sambil menggendong adiknya yang masih bayi.
       "Kenapa tidak kau bilang dari tadi kalau badanmu tidak sehat, Nin? Kalau saja kau bilang selagi Bapak belum berangkat, pasti Bapakmu yang mengantarkan kue-kue dagangan kita ini...," bisik Ibu.
       "Baru terasa setelah saya mandi tadi Bu... Mulanya tak terasa apa-apa. Mungkin juga sebentar saja sembuh, Bu," jawab Nina sambil terus berpakaian.
       Ade berangkat tergesa-gesa. Ada ulangan, begitu alasan yang disampaikannya untuk menolak tugas yang  biasa dilakukan Kak Nina. Padahal ia tidak langsung menuju ke sekolah, karena di sekolah pada waktu sepagi itu masih sepi. Bahkan mungkin gerbangnya belum dibuka. Dan sebenarnya pula tidak ada ulangan. Ade sengaja menolak tugas itu karena malu. Ia tidak mau teman-temannya melihatnya naik sepeda sambil membawa keranjang kue-kue. Ia tidak mau dikata-katai teman-teman seperti yang dialami Alip yang mengantarkan koran tiap pagi itu.
       Hari masih pagi benar. Ade tidak tahu akan kemana tujuannya pada pagi itu. Apakah akan mampir ke rumah Tina? Atau Ninuk? Ah lebih baik ke rumah Yova saja. Biasanya anak itu sudah siap pada pagi sekali. Aku bisa meluangkan waktu menunggu siang di rumahnya, pikir Ade.
       Tiba di rumah Yova, Ade ternyata harus menunggu lama sekali. Yova masih berjalan-jalan bersama adiknya yang masih kecil. Mama Yova sedang menata meja makan untuk sarapan Papanya. Kakak Yova sedang mengepel lantai. Papa Yova sedang mencuci mobil. Bik Icih sedang membantu mempersiapkan makanan di dapur. Dan Ade merasa jengah menunggu di teras.
       "Tunggu sebentar, De. Yova Cuma mengajak jalan-jalan Vina menghirup embun pagi. Tak lama lagi dia pasti kembali. Dia juga sudah siap akan berangkat...," kata Papa Yova mencoba menentramkan kegundahan Ade yang sedang menunggu itu.
       Tetapi yang dikatakan oleh Papa Yova itu ternyata lama sekali bagi Ade. Jam dinding di rumah Yova menunjukkan pukul enam lebih sepuluh menit. Jarumnya bergerak perlahan. Ade semakin merasa tidak enak duduk di kursi teras. Tak lama kemudian Bik Icih mengantar secangkir teh manis dengan ubi goreng.
       "Silakan diminum, Neng Ade," Bik Icih menawarkan.
       "Saya mau berangkat dulu, Bik," jawabnya kepada Bik Icih. Lalu kepada Papa Yova dia pamitan sambil bergegas pergi, "Terima kasih... Om, saya mau berangkat saja dulu. Mau mampir ke rumah Ninuk, Om..." la tiba-tiba gugup. Papa Yova keheranan, demikian pula Bik Icih. Mereka heran melihat Ade tiba-tiba pergi dan melangkah lebar-lebar meninggalkan rumah itu.
       Semua orang sibuk, semuanya bekerja. Semuanya, tanpa kecuali. Kak Nina juga. Padahal Kak Nina sedang sakit. Karena tanggung jawabnya sebagai anak tertua dan juga karena rasa sayangnya kepada keluarga, Kak Nina berpayah-payah pergi mengantar kue. Padahal Kak Nina sakit. Bagaimana kalau sakitnya bertambah parah? Bagaimana kalau Kak Nina jatuh dari sepeda karena kepalanya pening? Bagaimana kalau sampai... ah. Ade
seperti ingin menangis selama perjalanan menujuh ke sekolah. Hatinya begitu gundah. Ia tak jadi ke rumah Ninuk. Sekolah masih sepi, baru beberapa anak saja yang datang.
       Selama pelajaran berlangsung Ade tidak bisa memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Beberapa kali ditegur Pak Adi karena melamun. Ia ingin segera pulang. Ingin segera menjenguk Kak Nina. Mungkin Kak Nina tambah parah sakitnya, mungkin Kak Nina jatuh dari sepeda karena kepalanya pening lalu ada kendaraan yang menabraknya Hap.. .
       "Kau sakit, Ade?" tiba-tiba terdengar teguran Pak Adi. Ade gelagapan. Rupanya tadi la melamun selama Pak Adi menerangkan. Pak Adi lalu menghampirinya. Meraba keningnya. Ade jadi terharu.
       "Kepalamu hangat. Pulang saja, ya. Nanti bertambah parah..." kata Pak Adi. Ade menurut. Ia bergegas meninggalkan sekolah. Ade berjalan dengan setengah berlari. Agar secepat mungkin bisa tiba dirumah melihat Kak Nina.
       Dengan tergopoh-gopoh ia memasuki rumah. Ibu sampai keheranan melihat sikapnya. Langsung menuju ke kamar Kak Nina. Dan Kak Nina terbaring di pembaringannya.
       Ade seperti ingin menubruk kakaknya yang sedang terbaring itu. Kak Nina jadi terheran-heran dibuatnya.
       "Ada apa, De? Kenapa kau tiba-tiba begini?" tanya Kak Nina.
       "Maafkan aku, kak. Sebenarnya aku tidak ada ulangan... Aku cuma malu mengantarkan kue-kue itu " Ade langsung saja menangis. Suaranya jadi tidak jelas terdengar.
       "Sudahlah, jangan menangis. Yang penting kau sudah menyadari kesalahanmu dan tak akan mengulanginya lagi. Untuk kali ini tak apa-apa. Kakak memaafkanmu, De," Lembut suara Kak Nina. Menyejukkan hati Ade. Mengobati rasa sesalnya agar tidak berkepanjangan.
       Dan keesokan harinya, Kak Nina masih sakit. Ade benar-benar melaksanakan apa yang dijanjikanya kepada kakaknya. Tanpa ragu lagi Ade menjinjing keranjang kue-kue. Dengan sepeda jengki ia berkeliling mengantar kue-kue itu ke warung-warung. Tak ada yang mengejek, tak ada yang menggoda, tak ada rasa malu. Yang ada adalah rasa tanggung jawab yang besar. ***

 Cerpen tentang manusia dan pandangan hidup

Manusia dan Pandangan Hidup
Oleh : Addini Daulati Haqque

Senja mulai menjelang, langit yang tadinya cerah kian lama mulai meredup ditambah dengan gradasi oranye di balik awan yang menggelap, menandakan bahwa akan terjadi pergantian waktu dari siang ke malam. Di tepian danau pinggir taman, Aurora, Melody, dan Annabelle sedang menikmati indahnya senja dengan sedikit tiupan angin yang memanjakan mereka dengan kenikmatan tersebut. Semua tenang, melepas penat dan masalah yang mereka alami.
            Sampai pada akhirnya, Annabelle memecahkan kesunyian tersebut. Seketika dia bertanya, “hey Aurora, apakah kamu pernah mengalami masalah yang rumit? Yang sampai-sampai kamu sendiri pusing untuk memikirkannya?”. Aurora dengan santainya menjawab “aku lupa, kenapa memangnya Annabelle?”. Dengan wajah tengilnya, Annabelle menjawab “alah… aku lupa, dengan wajah cantik seperti itu, kepribadian baik, kehidupan yang tercukupi, bahkan pintar sepertimu pasti kamu tidak mempunyai masalah yang serius. Kamukan serba hidup enak dan tercukupi.”
            Aurora mulai serius memperhatikan Annabelle, ia heran mengapa tiba-tiba Annabelle menanyakan hal tersebut bahkan berpikiran berlebihan terhadap Aurora. Namun Aurora mengerti, pasti Annabelle sedang mengalami masalah sulit, karena begitulah Annabelle, sering melihat orang sebelah mata, mengganggap dirinya paling menyedihkan, bahkan membantah masukan dari orang lain yang berusaha mengubah sudut pandangnya. Aurora hanya tersenyum melihat Annabelle, dan kembali menikmati senja.
            Namun kini Melody yang menanggapi, ternyata ia menyimak ocehan Annabelle terhadap Aurora. “Annabelle, kamu ini kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Dan ucapanmu barusan itu bisa membuat Aurora tidak enak hati, dengan kamu bicara seperti itu, kamu seperti iri kepada Aurora.” Ternyata perkataan tersebut memancing emosi Annabelle, “aduh apa sih Melody, akukan bicaranya sama Aurora, lagipula apa yang aku bicarakan benar, Aurora selalu baik-baik saja, buktinya aku tidak pernah mendengarnya mengeluh tentang masalah yang dihadapinya, tidak seperti aku yang setiap hari mempunyai masalah yang silih berganti. Hidupku terlalu rumit, bahkan aku muak dengan hidupku yang seperti ini. Dan kamu Melody, apa hidupmu sudah baik? Tidakkan?”
            Emosi Annabelle tersebut membuat Aurora geram, ia merasa bahwa Annabelle harus dinasehati, meskipun hasilnya akan membantu atau tidak, setidaknya Aurora sudah menasehati. “Oke Annabelle, sepertinya ada yang harus diperbaiki dari penilaianmu barusan… pertama, Melody hanya menegurmu  agar kamu tidak salah bicara kepada orang lain. Kedua, siapa bilang aku tidak punya masalah, aku punya banyak masalah, sungguh. Tapi aku tidak ingin menghabiskan waktuku untuk mengeluh, lebih baik aku menyelesaikan masalahku dibanding aku mengeluh kepada semua orang agar orang lain dapat mengetahui masalahku. Ketiga, pandangan hidupmu harus diubah, kenapa kamu selalu mengeluh ini itu? Rasanya kamu masih mempunyai banyak hal yang dapat disyukuri setiap hari bukan? Aku mengerti bahwa setiap pandangan hidup setiap orang berbeda-beda, contohnya kamu yang iri dengan kehidupan orang lain sampai-sampai kamu lupa kalau kamu sebenernya sudah hidup nikmat. Percayalah, setiap orang punya masalah, entah kecil atau besar, tapi apa kamu tahu bahwa semua masalah pasti bisa diselesaikan, Allah akan menguji hamba-Nya sesuai kemampuan hamba-Nya. Lalu untuk apa kamu bersusah payah mengeluh, memikirkan masalahmu sampai pusing, toh nanti juga pasti ada jalan keluar. Betulkan Melody?”
            Melody yang serius menyimak ucapan Aurora, langsung segera menjawab “betul betul betul… semuanya karena kamu mempersulit hidup kamu Annabelle…” Dan Annabellepun sedikit mengerti dan dapat merubah pandangan hidupnya, “jadi apa selama ini salah? Apa pandangan terhadap kehidupanku ini hanya membuat aku semakin terpuruk. Aku akui kamu memang benar Aurora, aku sadar setiap aku mempunyai masalah, aku akan berubah menjadi orang yang menyebalkan. Sepertinya aku harus berterimakasih kepada kalian berdua, aku mengerti sekarang. Terima kasih Aurora, Melody…”
            Melody dan Aurorapun hanya tersenyum membalas Annabelle, mereka senang bisa membantu sahabatnya agar menjalani hidupnya dengan lebih baik.
            Hening, dan tiba-tiba Aurora memecahkan keheningan tersebut “eh, ternyata sudah jam setengah tujuh nih.. sebaiknya kita cepat pulang. Tidak terasa sudah jam segini, ini gara-gara ceramahin Annabelle sih… hahaha”
            Akhirnya merekapun bergegas pulang kerumah masing-masing, mereka senang bahwa ada hikmah yang dapat dipetik dari kejadian tersebut. Alangkah indahnya apabila setiap manusia mempunyai pandangan hidup yang baik.


Copyright:
http://m.kidnesia.com/Kidnesia/Cerita-Kita/Cerpen/Tanggung-Jawab-Ade
http://addinidaulatihaqque.blogspot.com/2015/01/tulisan-4-ilmu-budaya-dasar.html

Deskripsi Diri

Putri Handayani, kayanya anugrah terindah berupa nama yang dikasih sama bapak dan mama gue. Gue lahir di Bogor 12 Oktober 1996 (Libra m...